![]() |
Gambar hanyalah ilustrasi |
Part 1
Kita akan melanjutkan lagi cerita part 1
sebelumnya, buat yang belum baca part1 nya silahkan klik di sini. Oh ya aku mau
ngingetin juga kalo di part2 ini bakalan panjang banget, jadi siapin cemilan
ama kopi ya, hehe.
Ok lanjut. 23 Januari 2021, Aku dan ibuku masuk
ke ruang UGD di RS A, menunggu hingga perawat rumah sakit selesai mempersiapkan
tempat untuk ibu ku di ruang suspect. Aku dan ibuku berada di ruang UGD dari pukul
18.00 hingga pukul 22.00. Dan pada 22.00 kami dibawa masuk ke ruang suspect.
Biar aku jelaskan bagaimana keadaan ruang
suspect. Ruang suspect covid-19, luasnya sekitar 8 x 12 meter, dan berisi 6
pasien suspect covid dengan gejala yang bermacam-macam. Mulai dari Batuk, Sesak
nafas, Tidur ngelantur, dan yang berada di samping ku Namanya Bu Harti, dia
mulai di sini sejak tanggal 22 Januari 2021, selisih 1 hari. Dia terlihat
sehat, tanpa gejala. Posisi ke 6 pasien adalah 3 x 2. Oh iya, dari ke-6 pasien
ini, hanya ibu ku yang ditemani oleh keluarganya. Ya, memang secara kondisi ibu
ku saat ini untuk bergerak saja susah, sangat tidak memungkinkan untuk
ditinggal sendiri seperti pasien lain.
Ibu ku berada di posisi nomor 2, dan Bu Harti
di posisi nomor 1. Ke 6 pasien di batasi dengan tirai, bisa dilihat di gambar
ilustrasi, garis hijau adalah tirai, aku ga tau kenapa antara pasien nomor 1-2
& 5-6 tidak ada tirainya. Untung saja pasien nomor 1 (Bu Harti) tidak
memiliki gejala yang parah, bahkan sekilas dia Nampak sehat. Aku memberanikan
bertanya kepadanya “Bu, ibu sakit apa?”, “Saya ga bisa nyium bau mas” katanya. “Glekkk”
aku langsung menelan ludah. Parah sih, ternyata itu adalah gejala paling umum
pasien covid-19.
Aku ga mau ambil pusing, aku mencoba tetap
tenang, ini adalah malam pertama, masi ada 13 malam menunggu ku.
Kemudian pasien nomor 3, pasien sebelah ku yang
terhalang tirai, dia adalah ibu-ibu muda, ya, sekitar 30 tahunan, gejala yang
dia alami adalah sesak nafas. Waktu pertama kali aku datang sih dia Nampak biasa
saja, bahkan dia sedang bermain HP dengan santainya. Hingga saat malam tiba,
sesaknya kambuh, nafasnya seperti orang yang baru saja selesai lari marathon.
Bahkan saat dia berbicara padaku untuk memintaku mengambilkan charger HP, dia hamper
tidak bisa bicara. Aku ga mengada-ada ya, ini benar-benar real.
Lalu untuk pasien nomor 6, Namanya sebut
saja Pak Yanto. Gejalanya adalah diare, dan dia selalu mengigau saat tidur. Aku
jadi teringat saat berada di RS B, yang juga terdapat ibu-ibu lanjut usia yang
mengigau juga.
Lalu untuk pasien lain, rata-rata sesak nafas
ringan, disertai batuk, namun semua pasien yang berada di ruang ini semuanya
adalah suspect, atau hasil swab-testnya belum keluar. Jika hasil swab keluar
positif covid, maka pasien akan dipindah ke ruang lain yang khusu untuk pasien
positif covid, dan jika hasil swab keluar negative, maka akan dipindah ke ruang
umum, dan keluarga bisa menjenguk kapan saja.
Ini adalah bencana batin ku. Daya tahan
tubuh ku akan diuji diruangan ini. Aku hanya terus berdoa agar aku dan Ibu ku
bisa kuat sampai akhir, sampai kami bisa pulang ke rumah dengan keadaan sembuh
dan sehat.
Singkat cerita aku melewati malam pertama
dengan perasaan was-was dan tidak tenang.
Ibu ku yang merasakan nyeri di dada nya tidak bisa banyak bergerak, duduk pun
tidak bisa. Jadi, ibuku memakai Pampers untuk buang air.
Oh ya, perawat akan datang untuk memberikan
obat dan makanan pada pukul 7 pagi, 12 siang, dan 5 sore. Selain itu tidak ada
perawat yang datang sama sekali, kecuali pasien menghubungi via WA yang diberikan
perawat. Atau menekan tombol darurat yang ada di tiap-tiap ranjang pasien.
Pagi hari pun tiba, dengan obat yang
diberikan perawat kemarin sore, sakit pada dada ibuku mulai berkurang, dan di
hari ke-2 ini ibu ku sudah bisa duduk dan bisa menggerakan tangannya untuk
menyisir rambutnya sendiri. Dan harusnya ibu ku hari ini akan menjalani
swab-test pertamanya. Namun, karena sekitar 3 hari yang lalu, sebelum masuk RS
ibu ku sempat melakukan swab-test di puskesmas, jadi pada hari itu juga hasil
dari puskesmas keluar, dan hasilnya positif covid19.
Ibu ku yang tadinya adalah pendatang baru
di ruang suspect (baru 1 malam) sudah dipindahkan ke ruang isolasi positif
covid19. Berbeda dengan Ibu Harti dan lainnya yang harus menunggu hasil
swab-test nya yang belum keluar. Ibu ku seperti menyalip pasien lain yang datang
lebih awal. Hanya saja hasil swab-test yang aku harapkan harusnya adalah negative,
namun malah positif, ya sudahlah.
Aku mengemasi barang-barangku untuk segera
pindah ke ruang isolasi positif covid, sambil membayangkan, “Ini saja ruang
suspect covid sudah menyeramkan seperti ini, apalagi nanti ruang positif
covid19” batin ku membayangkan betapa ngerinya ruangan pasien dengan status
positif nantinya.
Karena ceritanya sudah sangat panjang, kita
lanjut part3 ya, pegel jari ngetik mulu, hehe.
Sampai ketemu di part 3. Bersambung . . .
Lanjut Part 3 - Klik Di Sini